JAKARTA – Koordinator Aliansi Cinta Pedesaan, Asep El Marsuwi menilai permintaan mantan pendamping Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) untuk menjadi pendamping desa secara otomatis kurang tepat.
Menurut dia, rekrutmen pendamping desa tetap dilakukan denga cara terbuka dan profesional.
“Pemerintah melakukan rekrutmen secara professional untuk dijadikan pengawas Anggaran
Desa (Pendamping Desa) sudah sesuai dengan payung hukum Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa,” ujar Asep dalam keterangan persnya.
Desa (Pendamping Desa) sudah sesuai dengan payung hukum Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa,” ujar Asep dalam keterangan persnya.
Seperti diketahui, rekrutmen pendamping desa dilakukan secara terbuka dan dilakukan secara profesional. Namun mantan pendamping PNPM yang merasa sudah berpengalaman ingin bahwa mantan PNPM masuk secara otomatis menjadi pendamping desa dengan kontrak lima tahun.
Asep juga membeberkan mengapa pihaknya mendukung penuh pendamping desa dilakukan secara terbuka dan professional, karena berkaca dari pengalaman, penunjukan pendamping PNPM yang dilakukan secara tertutup menimbulkan masalah baru.
“Berdasarkan laporan yang dibuat BAPPENAS tahun 2013 yang mengutip dari BPKP menemukan beberapa penyalahgunaan keuangan PNPM. BPKP mencatat bahwa dari tahun 2007 hingga 2012 terjadi tren peningkatan penyalahgunaan. Tahun 2007, ada 288 temuan dengan nilai Rp1,8 miliar, dan terus meningkat pada tahun 2012 yang mencapai Rp29,388 miliar,” ujar Asep.
“Main area korupsi ini adalah penggelapan dan mark up anggaran fiktif, jadi berbagai kasus sebenarnya sudah muncul dari PNPM, kita meminta pemerintah menolak rekrutmen eks PNPM menjadi Pendamping Desa secara langsung, karena hal itu ditunggangi elit politik,” lanjut Asep.
EmoticonEmoticon