JAKARTA, – Sidang paripurna DPD RI, Selasa (10/4/2016) untuk melaporkan hasil kerja masa reses dan pembukaan masa sidang IV Tahun 2014-2019 kembali ricuh. Pasalnya sebagian anggota pansus tatib menuntut Ketua DPD RI Irman Gusman dapat memberikan tanda tangan sebagai bagian kesepakatan 2,5 tahun menjabat. Namun Ketua DPD RI itu sengaja molor dan tidak mau menandatangani kesepakatan untuk menjabat Ketua DPD RI 2,5 tahun.
Saat Ketua DPD RI, Irman Gusman membuka sidang baru sekitar 5 menit, anggota DPD asal Sulawesi Selatan Benny Ramdhani melakukan interupsi. Sejak pukul 15.20 wib, suasana ruang sidang tampak riuh dan membuat suasana jadi ricuh hingga anggota DPD yang menyampaikan aspirasinya usai reses terganggu.
Irman pun memberikan kesempatan kepada Benny untuk membacakan apa yang ingin disampaikannya. Benny datang ke podium pidato dengan membawa sebundel kertas yang ingin dibacakannya di depan mimbar. “Saya hanya ingin membaca surat yang telah ditandatangani sejumlah anggota,” ujar Benny yang langsung diprotes sejumlah anggota DPD lainnya.
Akhirnya dengan yang disampaikan Benny menjadi berang bagi diri Irman Gusman. Akhirnya Wakil Ketua DPD GKR Hemas pun meminta Benny turun dari mimbar. Lebih dikatakan Benny, tidak ada keinginan untuk mengganggu sidang paripurna. Dia hanya ingin menyampaikan keinginan sejumlah anggota DPD yang belum tertuntaskan pada masa penutupan sidang ke III 2014-2019 pada bulan lalu.
Sebagaimana diketahui, sejumlah anggota DPD menyampaikan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPD. Sebagian anggota menginginkan pimpinan DPD hanya bisa dijabat dalam waktu 2,5 tahun. “Jabatan 2,5 tahun ini untuk mengontrol agar tidak otoriterian, supaya tidak lupa lembaga ini diurus khususnya penguatan yang kamar sebelah mentertawai. Mau amandemen ditertawain, apakah ada kersalahan. Oleh karena Masa jabatan Ketua DPD RI kita pacu 2,5 tahun agar ada perubahan,” tandas Benny Wakil Ketua Komite I DPD RI.
Masih diterangkan Benny bahwa pimpinan DPD RI dikatakan sudah terlanjur melanggar kode etik. Ada beberapa hal yakni pelanggarl yang berat adalah tidak mau menandatangani keputusan paripurna yang berkaitan dengan tatib DPD RI. Padahal keputusan tertinggi adalah diparipurna, dimana yang sudah disahkan di paripurna, maka harus bisa menjalankan tugas administreatif dengan membubuhi tandatangan.
Kedua, tanggal 17 Maret 2016 Ketua DPD RI menutup secara sepihak tanpa persetujuan forum dan langsung meninggalkan ruangan. Ketiga, Ketua DPD RI mengirimkan surat ke MA dengan mengatasnamakan DPD RI bahkan tidak pernah dibicarakan kepada anggota dan pimpinan alat kelengkapan. “Lalu mewakili siapa, beliau mengirim surat minta fatwa MA. Keempat, beliau beberapa kali menyampaikan kebohongan-kebohongan publik yang tidak layak dilakukan oleh lembaga tinggi negara, yang menyatakan bahwa sikap untuk tidak menandatangani tatib yang diputuskan dalam sidang paripurna karena tidak melanggar UU,” terangnya.
Sementara ditegaskan Benny terhadap sikap Ketua DPD RI yang konon memolor waktu tidak mau menandatangani tatib, menurutnya memalukan dan dipertontonkan ke publik. dedy mulyadi
Berita selengkapnya Baca disini http://www.beritalima.com
Akhirnya dengan yang disampaikan Benny menjadi berang bagi diri Irman Gusman. Akhirnya Wakil Ketua DPD GKR Hemas pun meminta Benny turun dari mimbar. Lebih dikatakan Benny, tidak ada keinginan untuk mengganggu sidang paripurna. Dia hanya ingin menyampaikan keinginan sejumlah anggota DPD yang belum tertuntaskan pada masa penutupan sidang ke III 2014-2019 pada bulan lalu.
Sebagaimana diketahui, sejumlah anggota DPD menyampaikan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPD. Sebagian anggota menginginkan pimpinan DPD hanya bisa dijabat dalam waktu 2,5 tahun. “Jabatan 2,5 tahun ini untuk mengontrol agar tidak otoriterian, supaya tidak lupa lembaga ini diurus khususnya penguatan yang kamar sebelah mentertawai. Mau amandemen ditertawain, apakah ada kersalahan. Oleh karena Masa jabatan Ketua DPD RI kita pacu 2,5 tahun agar ada perubahan,” tandas Benny Wakil Ketua Komite I DPD RI.
Masih diterangkan Benny bahwa pimpinan DPD RI dikatakan sudah terlanjur melanggar kode etik. Ada beberapa hal yakni pelanggarl yang berat adalah tidak mau menandatangani keputusan paripurna yang berkaitan dengan tatib DPD RI. Padahal keputusan tertinggi adalah diparipurna, dimana yang sudah disahkan di paripurna, maka harus bisa menjalankan tugas administreatif dengan membubuhi tandatangan.
Kedua, tanggal 17 Maret 2016 Ketua DPD RI menutup secara sepihak tanpa persetujuan forum dan langsung meninggalkan ruangan. Ketiga, Ketua DPD RI mengirimkan surat ke MA dengan mengatasnamakan DPD RI bahkan tidak pernah dibicarakan kepada anggota dan pimpinan alat kelengkapan. “Lalu mewakili siapa, beliau mengirim surat minta fatwa MA. Keempat, beliau beberapa kali menyampaikan kebohongan-kebohongan publik yang tidak layak dilakukan oleh lembaga tinggi negara, yang menyatakan bahwa sikap untuk tidak menandatangani tatib yang diputuskan dalam sidang paripurna karena tidak melanggar UU,” terangnya.
Sementara ditegaskan Benny terhadap sikap Ketua DPD RI yang konon memolor waktu tidak mau menandatangani tatib, menurutnya memalukan dan dipertontonkan ke publik. dedy mulyadi
Berita selengkapnya Baca disini http://www.beritalima.com
EmoticonEmoticon